Ketika aku berkenalan dengannya tidak ada perasaan yang lebih. kami hanya berteman, satu dosen wali, temanku trnyata temannya juga dan ternyata kami sekelas. obrolan yang sering dibicarakan cukup nyambung. bicara musik, gaya berpakaian, kisah cintanya di masa lalu, keluarga, bahkan membicarakan yang tidak penting. canda tawa selalu terselip ditiap obrolan. bahan becandaan seringkali aneh, cara becanda kami bisa dibilang kasar (haha). cubit sana sini, mukul lengan, punggung, ngejegal kaki kalo lagi jalan, coret-coret tangan pake pulpen, lepas tangan dua kalo dimotor. masih banyak hal yang kurang lebih kami lalui bareng-bareng sebagai, teman baik.
Rumah kami satu arah, sering aku numpang (istilahnya sih nebeng) naik motornya sampai jl.pasirkaliki lalu dari situ aku naik angkot. Kegiatan nebeng itu cukup rutin dilakukan, kalo aku becandain dia sampe dianya kesel, dia selalu mengancam “awas hayoh jangan nebeng aku lagi” dengan muka yang judes, matanya itu yang bikin kesel. Aku luluh, yakan kalo aku ngga nebeng dia program aku hemat bekel ngga tercapai dong? :p. “si merah” motornya yang selalu dipakai kalo bonceng aku. Kelakuannya di motor bener-bener buat aku kangen. Ngelitikin lutut, ngebut-ngebut (padahal aku paling sebel kalo dibawa motor ngebut, maklum aku punya trauma), lepas tangan dua (atulah gausah sok-sokan lepas tangan dua takut jatoh!), tapi hal-hal itu yang bikin aku kangen. Iya aku kangen dibonceng “si merah” bareng dia.
Seringkali dia cerita tentang kisahnya di masa lalu. Bercerita tentang mantan pacarnya yang sulit dilupakan, berapa kali dia pacaran, pacaran paling lama dengan siapa, tentang kebiasaannya, keluarganya, itu semua dia ceritakan padaku. Aku senang dia menceritakan semuanya, brarti dia mempercayaiku. Menjadi ‘buku harian’ orang-orang mungkin udah sering aku alami. Banyak orang menceritakan (curhat) tentang masalah pribadinya padaku. Jadi aku sudah cukup terbiasa.
Setelah beberapa lama kami berteman, aku menyadari bahwa ada beberapa kemiripan sifat dan sikap dia dengan sosok pahlawan dalam hidupku, yakni Bapak. semakin kesini kemiripan itu semakin timbul. dengan nada bercanda aku bilang "kamu mirip bapak aku tau hahaha" responnya hanya mengerenyit dahi "pasti ganteng ya?hahaha" dengan nada bicaranya yang khas. bukan dari fisik mereka mirip (kecuali lobang idungnya yg mirip krn sama2 gede :p). aku merasakan kenyamanan jika dekat dengannya. pada awalnya hanya nyaman sebagai teman dekat seperti yang biasanya aku rasakan. namun ternyata perasaan aneh ini timbul, semenjak penjurusan.
Pada awalnya kami sepakat untuk masuk ke jurusan yang sama. dengan mantap sudah sepakat untuk bareng-bareng masuk jurusan itu. waktu perwalian, aku sudah mencontreng jurusan yang aku ambil, dengan SKS yang juga akan aku ambil. waktu aku liat dia, tampak bingung. ia menjelaskan bahwa ia bingung memilih jurusan yang akan diambil. ternyata keyakinannya untuk masuk jurusan yang akan sama kami ambil berkurang. aku hanya jawab "terserah kamu kan ini buat masa depan kamu" dengan mimik muka yang tidak bersahabat (karena saat itu aku sedang sakit). lalu akhirnya dia memilih jurusan lain, kami tidak masuk ke jurusan yang sama.
Semenjak itu aku merasa kehilangan. karena kami jarang sekelas, jarang bercanda tawa seperti yang biasa kami lakukan. pada awal semester3 aku tampak linglung, sangat merindukan suasana candaan yang dahulu sering kami lakukan. apa ini rasanya menyukai sahabat sendiri? aku ga pernah tau rasanya, karena baru kali ini aku mngalaminya. atau perasaan ini hanya sekedar perasaan rindu kepada seorang sahabat karena kebiasaan yang dulu kami lakukan dan sekarang jarang kami lakukan? Perkiraan aku ternyata salah, kami cukup sering sekelas (kalo mata kuliah umum). Aku senang karena kami bisa becanda-becanda seperti biasa.
Sering mengerjakan tugas bersamanya, pada saat itu mengerjakan tugas Dasar Logika yang benar-benar sulit. Dia menjemputku kerumah, menggunakan si merah tentunya. Entah mengapa aku senang jika dia membawa si merah ketimbang motor matic milik adiknya, mungkin terlihat lebih ‘laki’. Setelah ia menjemput, lalu kami berangkat menuju rumah teman yang tidak jauh dari rumahku. Sesampainya disana, duduk-duduk, santai, lalu membuka laptop dan memulai mengerjakan tugas. Hari itu aku merasa ada yang tidak biasa sikapnya padaku. Dia terlihat lebih aktif menjahili, cubit sana-sini, ngebencandain, entahlah. Suatu ketika temanku yang satu lagi minta dijemput dijalan depan karena dia ngga tau rumah temanku. Aku kira, aku akan pergi sendiri untuk menjemput temanku itu, tetapi ternyata dia mengantarkan aku dengan si merahnya. Lalu kami menjemput teman kami dijalan depan. Sampai rumah temanku, kami berempat melanjutkan tugas. Tiba-tiba ada temanku (lagi) mengirim pesan agar kami mengerjakan tugas bersama, akhirnya aku memutuskan untuk menjemput temanku itu didekat salah satu SMA. Tapi lagi-lagi dia bilang “udah bareng aja yuk palaur” kali ini kami ngga bareng si merah, tapi pake motornya si temanku yang satu lagi. selesai menjemput temanku itu, maka kami mengerjakan tugas berlima.
Melalui berbagai macam diskusi, selingan-selingan, canda tawa kami berlima lalui. Tidak ada yang spesial antara kami berlima, kecuali antara aku dengan pemilik si merah. Ya, aku menyukainya sudah hampir satu semester, namun ia tidak menyadarinya. Tugaspun selesai, ngemil-ngemil, ngobrol, dan foto lewat webcam. Yang berfoto di webcam Cuma aku dan dia, yang lain tidak ikut serta. Saat itu juga aku upload foto-doto itu ke facebook dan dibuat folder baru. Pada awalnya aku ngga akan men-tag foto-foto itu karena dia sedang dekat dengan perempuan lain, tetapi tiba-tiba dia bilang “tag ya, semuanya loh” waw aku kaget. Yaudah sesuai pesanan aku tag foto-foto itu.
Saatnya kembali kerumah, dan kembali menaiki si merah. Hari itu ia tampak lain, seperti ingin terus dekat denganku (yakaliii hahaha…) aku merindukan momen-momen seperti itu yang aku kira takkan terulang, namun ternyata terulang hingga kini.
Kini aku sedang menjalin hubungan dengan oranglain, walaupun hatiku masih miliknya. Aku pikir keadaan akan berbeda setelah aku memiliki seorang pacar, ternyata tidak. Malah, pemilik si merah itu terlihat lebih dekat denganku. Sering jalan bersama walaupun tidak hanya berdua. Aku tau aku telah melakukan kesalahan pada dia yang menyayangiku. Aku menerimanya tetapi hati ini tetap bertahan pada orang lain yang tidak pasti merasakan juga apa yang aku rasakan.
Diceritakan oleh seorang teman yang tidak ingin disebutkan namanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar