Tanggal 31 Maret 2011. Semua orang nggak pernah tahu rencana Tuhan yang akan diberikan padanya. Begitupun aku, aku nggak pernah tahu apa yang menjadi rencana Tuhan untukku. Hari ini aku ngerasa seneng banget, aku nggak pernah nyangka kalau di akhir Maret ini aku bisa bersamanya. Aku dimatanya hanya teman, karena salahku sendiri. Tapi meskipun begitu karena ada hari ini aku bisa bareng-bareng sama dia ngerjain tugas.
Aku pingin hari ini nggak cepet berakhir karena besok nggak akan ada lagi. Besok, hari ini hanya akan menjadi kenangan yang nggak akan pernah keulang lagi. Buat dia mungkin hari ini nggak bermakna apa-apa. Tapi buatku hari ini bakal jadi sebuah kisah klasik untuk masa depan. Aku bisa tertawa kapanpun aku mau, aku bisa bahagia setiap hari, aku bisa bersama orang-orang yang aku sayang kapanpun aku mau (teman-teman, keluarga, dan sahabat), tapi aku bersamanya hanya terjadi hari ini dan besok semuanya cuma bakal jadi kenangan indah yang nggak bakal dilupain seumur hidup aku. Aku nggak pernah ngerasa sangat bahagia kayak hari ini.
Walaupun sekarang dia cuma nganggep aku teman, tapi aku bersyukur karena ada hari ini. Mungkin nggak ada yang nggak mungkin buat Allah, tapi aku nggak mau ngarep apa-apa dari hari ini. Aku emang udah nggak bisa sama dia sebagai orang yang selalu ada buat dia, tapi aku bakal berusaha buat jadi seorang teman yang baik buat dia, aku janji. Aku berharap hari ini bakal jadi awal yang baik untuk kedepannya.
Untuk 'DIA' yang telah membuat aku bahagia hari ini.
Kamis, 31 Maret 2011
Selasa, 29 Maret 2011
Rasa Ini
…Aku bersalah karena pernah menolak hatinya. Dan sekarang aku sadar kalau ternyata hati ini miliknya…
Krrriiiiiiiiiinngg…
Jam beker di kamar Ana berbunyi sangat nyaring membangunkan si empunya. Tangan Ana meraba-raba meja di sebelah tempat tidurnya. Mencari sumber suara yang membuatnya terbangun. Setelah tangannya berhasil menggapai jam beker kesayangannya itu, ia mematikannya dan kembali memasukkan tangannya kedalam selimut. Kalau kayak gini kejadiannya bisa-bisa tuh beker minta pensiun. Percuma nyalain alarm kalau masih juga nggak kebangun.
Tiba-tiba pintu kamar Ana diketuk dengan keras dari luar. Dengan malas Ana mengeluarkan wajahnya dari dalam selimut. Terdengar suara bunda memanggil namanya dari balik pintu.
“Ana, bangun, sayang!” ucap bunda sambil mengetuk pintu kamar putrinya.
“Masuk aja, bun, nggak dikunci.” Kemudian Ana kembali membenamkan wajahnya dibalik selimut.
Pintu terbuka dari luar. Bunda masuk dan segera menuju jendela untuk membuka gorden yang masih tertutup rapat. Cahaya mulai menyinari kamar Ana. Perlahan Ana membuka matanya dan mulai menggeliat.
“Aduh, bunda aku kan masih ngantuk,” ucap Ana yang masih terlihat ogah-ogahan untuk bangun.
Bunda tersenyum melihat tingkah putrinya yang memang susah sekali untuk bangun pagi. “Sayang, bunda ngerti, tapi liat dong ini udah jam berapa?”
“Emang sekarang jam berapa, bun?” Ana balik bertanya.
Lalu bunda memberikan jam beker pada Ana. Ana mengambil jam itu dari tangan bunda. Dan betapa kagetnya saat ia melihat jarum jam menunjuk pada angka enam.
“JAM ENAM!!!” saking kagetnya Ana langsung beranjak dari tempat tidurnya, kemudian menyambar handuk yang ia gantung dekat lemari dan segera menuju kamar mandi. Nggak sampai lima menit Ana sudah selesai mandi. Bunda yang masih berada dikamar Ana geleng-geleng sendiri melihat kelakuan putrinya.
Ana menyambar baju yang ada dilemari tanpa berniat untuk bercermin seperti kebiasaannya setiap hari. Kemudian sibuk memasukkan buku catatan dan kotak pensilnya kedalam tas. Beberapa menit kemudian ia sudah ada dibawah dengan rambut yang masih acak-acakan dan kunci mobil di tangan kanannya.
Kalau bukan karena ia ada kuliah setengan tujuh, mungkin ia sekarang masih tidur pulas di atas kasurnya yang empuk dan selimut hangatnya. Setelah dirasa tidak ada yang ketinggalan, Ana langsung pamit pada bundanya dan langsung melesat menuju kampusnya yang lumayan jauh.
***
Krrriiiiiiiiiinngg…
Jam beker di kamar Ana berbunyi sangat nyaring membangunkan si empunya. Tangan Ana meraba-raba meja di sebelah tempat tidurnya. Mencari sumber suara yang membuatnya terbangun. Setelah tangannya berhasil menggapai jam beker kesayangannya itu, ia mematikannya dan kembali memasukkan tangannya kedalam selimut. Kalau kayak gini kejadiannya bisa-bisa tuh beker minta pensiun. Percuma nyalain alarm kalau masih juga nggak kebangun.
Tiba-tiba pintu kamar Ana diketuk dengan keras dari luar. Dengan malas Ana mengeluarkan wajahnya dari dalam selimut. Terdengar suara bunda memanggil namanya dari balik pintu.
“Ana, bangun, sayang!” ucap bunda sambil mengetuk pintu kamar putrinya.
“Masuk aja, bun, nggak dikunci.” Kemudian Ana kembali membenamkan wajahnya dibalik selimut.
Pintu terbuka dari luar. Bunda masuk dan segera menuju jendela untuk membuka gorden yang masih tertutup rapat. Cahaya mulai menyinari kamar Ana. Perlahan Ana membuka matanya dan mulai menggeliat.
“Aduh, bunda aku kan masih ngantuk,” ucap Ana yang masih terlihat ogah-ogahan untuk bangun.
Bunda tersenyum melihat tingkah putrinya yang memang susah sekali untuk bangun pagi. “Sayang, bunda ngerti, tapi liat dong ini udah jam berapa?”
“Emang sekarang jam berapa, bun?” Ana balik bertanya.
Lalu bunda memberikan jam beker pada Ana. Ana mengambil jam itu dari tangan bunda. Dan betapa kagetnya saat ia melihat jarum jam menunjuk pada angka enam.
“JAM ENAM!!!” saking kagetnya Ana langsung beranjak dari tempat tidurnya, kemudian menyambar handuk yang ia gantung dekat lemari dan segera menuju kamar mandi. Nggak sampai lima menit Ana sudah selesai mandi. Bunda yang masih berada dikamar Ana geleng-geleng sendiri melihat kelakuan putrinya.
Ana menyambar baju yang ada dilemari tanpa berniat untuk bercermin seperti kebiasaannya setiap hari. Kemudian sibuk memasukkan buku catatan dan kotak pensilnya kedalam tas. Beberapa menit kemudian ia sudah ada dibawah dengan rambut yang masih acak-acakan dan kunci mobil di tangan kanannya.
Kalau bukan karena ia ada kuliah setengan tujuh, mungkin ia sekarang masih tidur pulas di atas kasurnya yang empuk dan selimut hangatnya. Setelah dirasa tidak ada yang ketinggalan, Ana langsung pamit pada bundanya dan langsung melesat menuju kampusnya yang lumayan jauh.
***
Sabtu, 26 Maret 2011
Double "R"
Ketika aku berkenalan dengannya tidak ada perasaan yang lebih. kami hanya berteman, satu dosen wali, temanku trnyata temannya juga dan ternyata kami sekelas. obrolan yang sering dibicarakan cukup nyambung. bicara musik, gaya berpakaian, kisah cintanya di masa lalu, keluarga, bahkan membicarakan yang tidak penting. canda tawa selalu terselip ditiap obrolan. bahan becandaan seringkali aneh, cara becanda kami bisa dibilang kasar (haha). cubit sana sini, mukul lengan, punggung, ngejegal kaki kalo lagi jalan, coret-coret tangan pake pulpen, lepas tangan dua kalo dimotor. masih banyak hal yang kurang lebih kami lalui bareng-bareng sebagai, teman baik.
Rumah kami satu arah, sering aku numpang (istilahnya sih nebeng) naik motornya sampai jl.pasirkaliki lalu dari situ aku naik angkot. Kegiatan nebeng itu cukup rutin dilakukan, kalo aku becandain dia sampe dianya kesel, dia selalu mengancam “awas hayoh jangan nebeng aku lagi” dengan muka yang judes, matanya itu yang bikin kesel. Aku luluh, yakan kalo aku ngga nebeng dia program aku hemat bekel ngga tercapai dong? :p. “si merah” motornya yang selalu dipakai kalo bonceng aku. Kelakuannya di motor bener-bener buat aku kangen. Ngelitikin lutut, ngebut-ngebut (padahal aku paling sebel kalo dibawa motor ngebut, maklum aku punya trauma), lepas tangan dua (atulah gausah sok-sokan lepas tangan dua takut jatoh!), tapi hal-hal itu yang bikin aku kangen. Iya aku kangen dibonceng “si merah” bareng dia.
Seringkali dia cerita tentang kisahnya di masa lalu. Bercerita tentang mantan pacarnya yang sulit dilupakan, berapa kali dia pacaran, pacaran paling lama dengan siapa, tentang kebiasaannya, keluarganya, itu semua dia ceritakan padaku. Aku senang dia menceritakan semuanya, brarti dia mempercayaiku. Menjadi ‘buku harian’ orang-orang mungkin udah sering aku alami. Banyak orang menceritakan (curhat) tentang masalah pribadinya padaku. Jadi aku sudah cukup terbiasa.
Setelah beberapa lama kami berteman, aku menyadari bahwa ada beberapa kemiripan sifat dan sikap dia dengan sosok pahlawan dalam hidupku, yakni Bapak. semakin kesini kemiripan itu semakin timbul. dengan nada bercanda aku bilang "kamu mirip bapak aku tau hahaha" responnya hanya mengerenyit dahi "pasti ganteng ya?hahaha" dengan nada bicaranya yang khas. bukan dari fisik mereka mirip (kecuali lobang idungnya yg mirip krn sama2 gede :p). aku merasakan kenyamanan jika dekat dengannya. pada awalnya hanya nyaman sebagai teman dekat seperti yang biasanya aku rasakan. namun ternyata perasaan aneh ini timbul, semenjak penjurusan.
Pada awalnya kami sepakat untuk masuk ke jurusan yang sama. dengan mantap sudah sepakat untuk bareng-bareng masuk jurusan itu. waktu perwalian, aku sudah mencontreng jurusan yang aku ambil, dengan SKS yang juga akan aku ambil. waktu aku liat dia, tampak bingung. ia menjelaskan bahwa ia bingung memilih jurusan yang akan diambil. ternyata keyakinannya untuk masuk jurusan yang akan sama kami ambil berkurang. aku hanya jawab "terserah kamu kan ini buat masa depan kamu" dengan mimik muka yang tidak bersahabat (karena saat itu aku sedang sakit). lalu akhirnya dia memilih jurusan lain, kami tidak masuk ke jurusan yang sama.
Semenjak itu aku merasa kehilangan. karena kami jarang sekelas, jarang bercanda tawa seperti yang biasa kami lakukan. pada awal semester3 aku tampak linglung, sangat merindukan suasana candaan yang dahulu sering kami lakukan. apa ini rasanya menyukai sahabat sendiri? aku ga pernah tau rasanya, karena baru kali ini aku mngalaminya. atau perasaan ini hanya sekedar perasaan rindu kepada seorang sahabat karena kebiasaan yang dulu kami lakukan dan sekarang jarang kami lakukan? Perkiraan aku ternyata salah, kami cukup sering sekelas (kalo mata kuliah umum). Aku senang karena kami bisa becanda-becanda seperti biasa.
Sering mengerjakan tugas bersamanya, pada saat itu mengerjakan tugas Dasar Logika yang benar-benar sulit. Dia menjemputku kerumah, menggunakan si merah tentunya. Entah mengapa aku senang jika dia membawa si merah ketimbang motor matic milik adiknya, mungkin terlihat lebih ‘laki’. Setelah ia menjemput, lalu kami berangkat menuju rumah teman yang tidak jauh dari rumahku. Sesampainya disana, duduk-duduk, santai, lalu membuka laptop dan memulai mengerjakan tugas. Hari itu aku merasa ada yang tidak biasa sikapnya padaku. Dia terlihat lebih aktif menjahili, cubit sana-sini, ngebencandain, entahlah. Suatu ketika temanku yang satu lagi minta dijemput dijalan depan karena dia ngga tau rumah temanku. Aku kira, aku akan pergi sendiri untuk menjemput temanku itu, tetapi ternyata dia mengantarkan aku dengan si merahnya. Lalu kami menjemput teman kami dijalan depan. Sampai rumah temanku, kami berempat melanjutkan tugas. Tiba-tiba ada temanku (lagi) mengirim pesan agar kami mengerjakan tugas bersama, akhirnya aku memutuskan untuk menjemput temanku itu didekat salah satu SMA. Tapi lagi-lagi dia bilang “udah bareng aja yuk palaur” kali ini kami ngga bareng si merah, tapi pake motornya si temanku yang satu lagi. selesai menjemput temanku itu, maka kami mengerjakan tugas berlima.
Melalui berbagai macam diskusi, selingan-selingan, canda tawa kami berlima lalui. Tidak ada yang spesial antara kami berlima, kecuali antara aku dengan pemilik si merah. Ya, aku menyukainya sudah hampir satu semester, namun ia tidak menyadarinya. Tugaspun selesai, ngemil-ngemil, ngobrol, dan foto lewat webcam. Yang berfoto di webcam Cuma aku dan dia, yang lain tidak ikut serta. Saat itu juga aku upload foto-doto itu ke facebook dan dibuat folder baru. Pada awalnya aku ngga akan men-tag foto-foto itu karena dia sedang dekat dengan perempuan lain, tetapi tiba-tiba dia bilang “tag ya, semuanya loh” waw aku kaget. Yaudah sesuai pesanan aku tag foto-foto itu.
Saatnya kembali kerumah, dan kembali menaiki si merah. Hari itu ia tampak lain, seperti ingin terus dekat denganku (yakaliii hahaha…) aku merindukan momen-momen seperti itu yang aku kira takkan terulang, namun ternyata terulang hingga kini.
Kini aku sedang menjalin hubungan dengan oranglain, walaupun hatiku masih miliknya. Aku pikir keadaan akan berbeda setelah aku memiliki seorang pacar, ternyata tidak. Malah, pemilik si merah itu terlihat lebih dekat denganku. Sering jalan bersama walaupun tidak hanya berdua. Aku tau aku telah melakukan kesalahan pada dia yang menyayangiku. Aku menerimanya tetapi hati ini tetap bertahan pada orang lain yang tidak pasti merasakan juga apa yang aku rasakan.
Diceritakan oleh seorang teman yang tidak ingin disebutkan namanya.
Rumah kami satu arah, sering aku numpang (istilahnya sih nebeng) naik motornya sampai jl.pasirkaliki lalu dari situ aku naik angkot. Kegiatan nebeng itu cukup rutin dilakukan, kalo aku becandain dia sampe dianya kesel, dia selalu mengancam “awas hayoh jangan nebeng aku lagi” dengan muka yang judes, matanya itu yang bikin kesel. Aku luluh, yakan kalo aku ngga nebeng dia program aku hemat bekel ngga tercapai dong? :p. “si merah” motornya yang selalu dipakai kalo bonceng aku. Kelakuannya di motor bener-bener buat aku kangen. Ngelitikin lutut, ngebut-ngebut (padahal aku paling sebel kalo dibawa motor ngebut, maklum aku punya trauma), lepas tangan dua (atulah gausah sok-sokan lepas tangan dua takut jatoh!), tapi hal-hal itu yang bikin aku kangen. Iya aku kangen dibonceng “si merah” bareng dia.
Seringkali dia cerita tentang kisahnya di masa lalu. Bercerita tentang mantan pacarnya yang sulit dilupakan, berapa kali dia pacaran, pacaran paling lama dengan siapa, tentang kebiasaannya, keluarganya, itu semua dia ceritakan padaku. Aku senang dia menceritakan semuanya, brarti dia mempercayaiku. Menjadi ‘buku harian’ orang-orang mungkin udah sering aku alami. Banyak orang menceritakan (curhat) tentang masalah pribadinya padaku. Jadi aku sudah cukup terbiasa.
Setelah beberapa lama kami berteman, aku menyadari bahwa ada beberapa kemiripan sifat dan sikap dia dengan sosok pahlawan dalam hidupku, yakni Bapak. semakin kesini kemiripan itu semakin timbul. dengan nada bercanda aku bilang "kamu mirip bapak aku tau hahaha" responnya hanya mengerenyit dahi "pasti ganteng ya?hahaha" dengan nada bicaranya yang khas. bukan dari fisik mereka mirip (kecuali lobang idungnya yg mirip krn sama2 gede :p). aku merasakan kenyamanan jika dekat dengannya. pada awalnya hanya nyaman sebagai teman dekat seperti yang biasanya aku rasakan. namun ternyata perasaan aneh ini timbul, semenjak penjurusan.
Pada awalnya kami sepakat untuk masuk ke jurusan yang sama. dengan mantap sudah sepakat untuk bareng-bareng masuk jurusan itu. waktu perwalian, aku sudah mencontreng jurusan yang aku ambil, dengan SKS yang juga akan aku ambil. waktu aku liat dia, tampak bingung. ia menjelaskan bahwa ia bingung memilih jurusan yang akan diambil. ternyata keyakinannya untuk masuk jurusan yang akan sama kami ambil berkurang. aku hanya jawab "terserah kamu kan ini buat masa depan kamu" dengan mimik muka yang tidak bersahabat (karena saat itu aku sedang sakit). lalu akhirnya dia memilih jurusan lain, kami tidak masuk ke jurusan yang sama.
Semenjak itu aku merasa kehilangan. karena kami jarang sekelas, jarang bercanda tawa seperti yang biasa kami lakukan. pada awal semester3 aku tampak linglung, sangat merindukan suasana candaan yang dahulu sering kami lakukan. apa ini rasanya menyukai sahabat sendiri? aku ga pernah tau rasanya, karena baru kali ini aku mngalaminya. atau perasaan ini hanya sekedar perasaan rindu kepada seorang sahabat karena kebiasaan yang dulu kami lakukan dan sekarang jarang kami lakukan? Perkiraan aku ternyata salah, kami cukup sering sekelas (kalo mata kuliah umum). Aku senang karena kami bisa becanda-becanda seperti biasa.
Sering mengerjakan tugas bersamanya, pada saat itu mengerjakan tugas Dasar Logika yang benar-benar sulit. Dia menjemputku kerumah, menggunakan si merah tentunya. Entah mengapa aku senang jika dia membawa si merah ketimbang motor matic milik adiknya, mungkin terlihat lebih ‘laki’. Setelah ia menjemput, lalu kami berangkat menuju rumah teman yang tidak jauh dari rumahku. Sesampainya disana, duduk-duduk, santai, lalu membuka laptop dan memulai mengerjakan tugas. Hari itu aku merasa ada yang tidak biasa sikapnya padaku. Dia terlihat lebih aktif menjahili, cubit sana-sini, ngebencandain, entahlah. Suatu ketika temanku yang satu lagi minta dijemput dijalan depan karena dia ngga tau rumah temanku. Aku kira, aku akan pergi sendiri untuk menjemput temanku itu, tetapi ternyata dia mengantarkan aku dengan si merahnya. Lalu kami menjemput teman kami dijalan depan. Sampai rumah temanku, kami berempat melanjutkan tugas. Tiba-tiba ada temanku (lagi) mengirim pesan agar kami mengerjakan tugas bersama, akhirnya aku memutuskan untuk menjemput temanku itu didekat salah satu SMA. Tapi lagi-lagi dia bilang “udah bareng aja yuk palaur” kali ini kami ngga bareng si merah, tapi pake motornya si temanku yang satu lagi. selesai menjemput temanku itu, maka kami mengerjakan tugas berlima.
Melalui berbagai macam diskusi, selingan-selingan, canda tawa kami berlima lalui. Tidak ada yang spesial antara kami berlima, kecuali antara aku dengan pemilik si merah. Ya, aku menyukainya sudah hampir satu semester, namun ia tidak menyadarinya. Tugaspun selesai, ngemil-ngemil, ngobrol, dan foto lewat webcam. Yang berfoto di webcam Cuma aku dan dia, yang lain tidak ikut serta. Saat itu juga aku upload foto-doto itu ke facebook dan dibuat folder baru. Pada awalnya aku ngga akan men-tag foto-foto itu karena dia sedang dekat dengan perempuan lain, tetapi tiba-tiba dia bilang “tag ya, semuanya loh” waw aku kaget. Yaudah sesuai pesanan aku tag foto-foto itu.
Saatnya kembali kerumah, dan kembali menaiki si merah. Hari itu ia tampak lain, seperti ingin terus dekat denganku (yakaliii hahaha…) aku merindukan momen-momen seperti itu yang aku kira takkan terulang, namun ternyata terulang hingga kini.
Kini aku sedang menjalin hubungan dengan oranglain, walaupun hatiku masih miliknya. Aku pikir keadaan akan berbeda setelah aku memiliki seorang pacar, ternyata tidak. Malah, pemilik si merah itu terlihat lebih dekat denganku. Sering jalan bersama walaupun tidak hanya berdua. Aku tau aku telah melakukan kesalahan pada dia yang menyayangiku. Aku menerimanya tetapi hati ini tetap bertahan pada orang lain yang tidak pasti merasakan juga apa yang aku rasakan.
Diceritakan oleh seorang teman yang tidak ingin disebutkan namanya.
Minggu, 13 Maret 2011
I guess I'm regrat
...First you love me. First you want me. Although no one had ever answered, no intention of you leave me. Now you go away. Now you leave me. When I begin to expect you and please forgive me. I'm sorry I made you cry and let it choose another. But, don't you lie to your destiny, surely it's best for you. Don't you remember me back again, I'm not for you, though I beg and ask your heart don't ever leave her for me...
Kenapa penyesalan selalu datang di akhir cerita? Dulu aku pernah sangat sombong karena tidak memperdulikan hatinya. Dia hadir dengan ketulusannya. Tapi aku, dengan keangkuhanku kemudian menolaknya. Membuatnya terluka dan jera untuk kembali memberikan hatinya untukku. Aku bersalah karena menolak hatinya dan sekarang aku sadar kalau ternyata hati ini miliknya. (HAM)
Kenapa penyesalan selalu datang di akhir cerita? Dulu aku pernah sangat sombong karena tidak memperdulikan hatinya. Dia hadir dengan ketulusannya. Tapi aku, dengan keangkuhanku kemudian menolaknya. Membuatnya terluka dan jera untuk kembali memberikan hatinya untukku. Aku bersalah karena menolak hatinya dan sekarang aku sadar kalau ternyata hati ini miliknya. (HAM)
Langganan:
Postingan (Atom)