Senin, 27 Oktober 2014

Teman Kesepian

... tuan apa yang salah padamu, mengapa wajahmu ada seribu. Tuan apa yang salah padamu... seakan dunia hanya kamu... kamu... kamu... nona apa yang salah padamu... apa enaknya tenggelam dalam khayal. Nona apa yang salah padamu... kau tahu ku tak punya hati kau masih saja menanti...

       Lagu Tuan Nona Kesepian dari Tulus mengalun merdu dari tape mobilku, membuatku semakin terbawa suasana dingin yang diciptakan hujan sore itu. Macet kala itu turut mendukungku untuk kemudian semakin menerobos masuk menelusuri alam pikiranku. Seketika aku berpikir tentang apa yang sedang terjadi saat ini. Seseorang yang sempat menghilang kemudian muncul kembali di hadapanku, mengajakku berdamai dengan hati dan pikiranku. Aku berusaha mengendalikan segalanya agar tetap berada di jalan yang seharusnya. Tapi tanpa aku sadari aku kembali larut dalam asa dan mimpi yang dia ciptakan.
      Suara klakson yang bertubi-tubi seketika membuyarkan lamunanku. Lampu lalu lintas yang tadi menyala merah kini sudah berganti dengan warna hijau. Tanpa pikir panjang aku segera melajukan mobilku menuju sebuah perumahan di kawasan Sarijadi. Hujan masih mengguyur kota Bandung seperti enggan beranjak dari tempatnya meski tak selebat tadi. Wiper di kaca depan mobilku sesekali menyibakkan air hujan yang menetes di atas kaca depan mobilku. Lagu Tulus sudah berganti dengan lagu lain. Aku sudah kembali berkonsestrasi menyetir. Namun pikiranku masih separuhnya melayang, mengarungi samudera imajinasiku.
      Seketika aku terpikir mengapa sampai saat ini Tuhan masih saja membentangkan benang merah antara aku dan dia. Alasannya mungkin supaya aku tidak pernah merasa sendiri. Aku tersenyum kecil di tengah-tengah lamunanku karena aku baru saja menemukan jawaban yang lebih tepat dari pertanyaanku itu. Yaitu supaya DIA tidak pernah merasa sendiri. Bukankah selama ini dia yang selalu mencariku dan menghubungiku saat tak berkawan. Lebih tepatnya saat ia merasa kesepian.
      Benar, aku hanya teman kesepiannya selama ini, tidak lebih. Aku baru benar-benar menyadari pola sikapnya terhadapku selama ini. Dia datang saat merasa tak berkawan dan menghilang saat tak membutuhkanku, begitu seterusnya sampai saat ini. Berkali-kali dia datang dan pergi, berkali-kali  aku berkata ingin menyerah, dan berkali-kali pula aku mengulang kesalahan yang sama. Entah apa yang sedang terjadi padaku. Ada rasa lelah di hati tapi tubuhku seolah tidak peduli. Kali ini aku putuskan untuk benar-benar menyerah. Kupikir inilah batas akhir sabarku. Selama ini aku menunggu dan mengalah, mengikuti apa maunya. Sekarang aku sudah sangat lelah. Kesabaranku sudah habis terkuras bersamaan dengan berlalunya waktu yang melaju sangat cepat. Aku ingin menghilang selamanya dari dunianya. Menyimpan semua kenanganku bersamanya di kotak lupa lalu menguburnya dalam-dalam. Berharap waktu berjalan cepat untuk memulihkan segalanya.
      Tiba-tiba handphone-ku berdering beberapa kali menandakan ada pesan singkat masuk yang kembali membuyarkan lamunanku. Tangan kiriku berusaha meraih benda kecil yang kusimpan di atas kursi penumpang sebelahku. Dengan mata yang tetap berusaha melihat jalanan, aku sedikit melirik layar handphon di tangan kiriku. Aku tersenyum melihat siapa pengirim pesan itu. Siapa lagi kalo bukan orang yang sejak tadi kupikirkan. Dia selalu berusaha untuk menarik perhatiaaku.
      Aku tidak berniat membalas pesan itu. Aku tidak ingin mempertaruhkan nyawaku demi membalas pesan singkatnya. Aku kembali menyimpan telepon selulerku di tempatnya semula. Konsentrasiku kembali ke jalanan. Aku sudah ingin sekali berada di rumah, merebahkan tubuhku di atas kasur dan terlelap tidur mengarungi dunia mimpi.

Selasa, 16 September 2014

Ingin Kembali

       Aku lelah bersembunyi. Aku ingin kembali menikmati merdunya suara adzan yang membangunkan seluruh alam semesta dari belaian mimpi indah. Dan sinar mentari pagi yang perlahan menyinari dunia ini dengan semangat dan kehangatannya. Sudah terlalu lama aku meninggalkan kehidupan yang penuh keindahan itu, bersembunyi di balik rasa takut dan sendiri. Menarik diri dari keramaian dan kebisingan kota. Aku terlena dengan dunia gelap yang kuciptakan sendiri. Di mana dunia terang yang pernah kudiami?
       Lalu saat aku merasa sangat sendiri dan ingin kembali, perlahan aku melihat cahaya putih di ujung jalan sana. Mengulurkan tangannya ke arahku. Aku mengenal cahaya itu. Cahaya putih kebiruan yang pernah menuntunku pada satu jalan menuju bahagia. Perlahan aku melangkah mendekat, menyambut uluran tangannya.
       Sedetik kemudian aku telah kembali ke dunia terang yang pernah kutinggalkan. Deretan lampu-lampu jalan dan gedung-gedung bertingkat tergambar jelas di hadapanku. Aku tahu, aku pernah berada di sini sebelumnya, menikmati kebahagiaan dan keindahan alam semesta ini. Kini aku kembali dan aku tak ingin pergi lagi.

Jumat, 18 Januari 2013

Kembali ke Dunia Nyata

Yeyeye Lalala...........
Akhirnya setelah sekian lama nggak sempet buat nulis, inilah waktunya untuk kembali ke dunia nyata hahahahahahahaha. Senangnya bisa nulis lagi, bisa berbagi cerita lagi.
Kejadian-kejadian yang terjadi selama ini (yang nggak bisa aku ceritain di sini) bikin aku lupa untuk bangun dan keluar dari dunia mimpi. Kata orang aku terlalu nyaman sama duniaku sekarang sampe lupa buat menghadapi kenyataan kalo aku harus keluar dari semua ini. Memang, sih selama ini aku terlalu nyaman sama duniaku sendiri, lebih tepatnya aku nggak bisa keluar dari zona nyaman seseorang,  ehehehehe (pengakuan yang cukup berat). Aku sudah terlalu dalam masuk ke dunianya dan bukan nggak bisa tapi nggak mau keluar. Aduh panjang kalo aku ceritain itu dan aku emang udah nggak mau bahas itu.
Terlalu sibuk sama kegiatan kampus sampe aku lupa kalo banyak waktu udah aku lewatin. Nggak kerasa udah mau mulai sibuk sama skripsi, kayanya 3.5 tahun bareng sama temen-temen di kampus masih belum cukup. Banyak orang bilang kalo dunia kampus itu nggak kayak SMA yang kemana-mana bareng sama temen-temen, bisa seneng-seneng bersama, di dunia kuliah kita semua bakal hidup masing-masing dan apapun lah. Tapi ternyata itu semua nggak bener. Buktinya aku nggak pernah ngerasa sendiri, temen-temen aku banyak, kita sering main bareng, becanda bareng, dan ketawa-ketawa bareng (kadang galau bareng).
Adimas, Irpan "Emeng", Vika, Dini, Mami Erry, Mitha, Dede, Ucha, Koko, Babon, DIna, "Mbe" Thalitha, Natasha "cabul", Thy (dibaca: Tey), Ikoy, Adun, "Mbe" Nurfi, Masbas, Caming, Achung, Momon, Raptor, Bagas, Fikri, Dinda, Vriska, Yanyan, Hella, Gita, Asri "Achi", Nia, dan semua orang yang pernah ketawa-ketawa bareng yang nggak bisa aku sebutin di sini karena kebanyakan. Mereka semua adalah teman, sahabat, dan saudara. Kita berbagi bahagia, sedih, tawa, dan air mata. Kita semua berbeda tetapi bisa menjadi satu dengan perbedaan-perbedaan itu. Sebentar lagi kita akan berpisah, but I have to believe that's not really goodbye. kita masih bisa bertemu, kumpul bareng, seneng-seneng bareng, mengenang semua yang pernah kita lalui sama-sama.
Suatu ketika, saking sibuknya ngurusin masalah hati (galau sendiri) hahahha, aku lupa kalo aku masih punya temen-temen yang peduli sama aku, aku nggak sadar kalo tindakan-tindakan aku mulai nggak masuk akal. Maksa untuk nunggu orang yang nggak pernah nganggap aku sebagai "perempuan". Dia dan dunianya pelan-pelan nyeret aku masuk dan nggak mau keluar. Aku jatuh cinta pada keduanya dan itu membuatku nggak bisa mikir normal. Aku terus bermimpi dan nggak mau bangun. Aku terjebak di dunia mimpi luar biasa. Sampai akhirnya pelan-pelan dia pergi.
Wake up and wash your face!!! Kalimat itu seketika bikin aku sadar kalo aku sudah lupa diri. Aku nggak sadar kalo di luar sana ada orang yang peduli sama aku. Orang dekat yang sama-sama baru sadar kalo selama ini kita terlalu nyaman sama diri sendiri dan nggak mau keluar dari situ. Perlahan aku mulai buka mata dan mencoba kembali ke dunia nyata. Aku harus kasih kesempatan sama diri aku sendiri dan "orang lain" untuk bahagia. Dia perlahan mengembalikan senyumanku (ehehehe lebay 200eun). Mungkin ini waktunya untuk aku bangun dan cuci muka. Kembali menjalani dunia nyata dan tetap semangat.

#salamsmekdon #salamaselose #salamsasalaman



Jumat, 05 Oktober 2012

silhouette - owl city

I'm tired of waking up in tears
'Cause I can't put to bed these phobias and fears
I'm new to this grief I can't explain
But I'm no stranger to the heartache and the pain

The fire I began is burning me alive
But I know better than to leave and let it die

I'm a silhouette asking every now and then
"Is it over yet? Will I ever feel again?"
I'm a silhouette chasing rainbows on my own
But the more I try to move on, the more I feel alone
So I watch the summer stars to lead me home

I'm sick of the past I can't erase
A jumble of footprints and hasty steps I can't retrace
The mountain of things I still regret
Is a vile reminder that I would rather just forget (no matter where I go)

The fire I began is burning me alive
But I know better than to leave and let it die

I'm a silhouette asking every now and then (now and then)
"Is it over yet? Will I ever smile again?"
I'm a silhouette chasing rainbows on my own
But the more I try to move on, the more I feel alone
So I watch the summer stars to lead me home

'Cause I walk alone
No matter where I go
'Cause I walk alone
No matter where I go
'Cause I walk alone
No matter where I go

I'm a silhouette asking every now and then (now and then)
"Is it over yet? Will I ever love again?"
I'm a silhouette chasing rainbows on my own
But the more I try to move on, the more I feel alone
So I watch the summer stars to lead me home

I watch the summer stars to lead me home.